Jam menunjukkan pukul 15.20, cuaca terlihat mendung dan terasa menebarkan hawa panas, panas yang rasa-rasanya semutpun dapat bermain Plorodan (baca: Prosotan) di atas kulit sambil berteriak “Yiihaa”.
“Dosennya mana sih? Kok jam segini belom dateng?” Teriak si Markonah.
“Iya kiye, dosen mung bisane omong thok!” Timpal si Taswad.
“Udah jadwal minta diganti sore, eh malah dianya ga datang sendiri. What a shame!” Timpal lagi si Martoleh.
“Udah sante aja, ni kita tunggu sampai jam tengah empat ya, nanti kalo dosennya tetep ga dateng kita pulang aja, komporin juga tuh anak sekelas, hahaha” Saran si Pujiyo
Teman-teman serempak mengangguk seperti robot gedek.
Sepuluh menit berlalu dan para mahasiswa-siswi yang telah dikompori sedang bersiap-siap untuk berkemas. Pada saat itu pula terdengar suara “Assalamu’alaikum” suara dan nadanya khas pak kyai yang ada di cerita curanmor, Kyai dan Bencoleng.
“Loh loh loh, where the hell do you think you’re going? We haven’t start the class and yet you prepare for going home? ironic” Sang dosen sok keminggris, padahal udah jelas mata kuliah penjaskes.
“Loh sir, we’ve been waiting you for 40 min and 35 sec, we decided to go back home if you still haven’t come, and that would be like 40 min ago. It means you’re late 35 sec sir”. Timpal si Raskin. Mahasiswa gila juga ini ikut-ikutan keminggris.
“Wo wo wo, wait a sec. Yang dosen itu siapa dan yang mahasiswa itu siapa? Kok kalian berani-beraninya memutuskan untuk pulang dan tidaknya? How dare you!”. Balas sang Dosen agak ketus.
“Yang dosen ya emang situ , dan yang mahasiswa ya jelas sini pak” Celetuk Si Taswad dengan suara rendah hampir sama rendahnya dengan suara hati.
“Who the hell dare speak to me like that!? Show your face motherfucker!”. Sang Dosen tak sengaja mendengar celetukan si Taswad, mungkin sang Dosen ini punya telinga kelelawar yang bahkan suara ultrasonik pun terdengar. Apa? Itu hanya mungkin saja. (yang bener infrasonik atau ultrasonik ya?)
Taswad celingukan dan ngacung dengan wajah yang innocent dan pandangan yang kosong seolah seperti anak kurang gizi yang kekeringan di Somalia. Efek beban pikiran mungkin. Apa? Itu hanya mungkin saja.
Sang Dosen yang sudah kelibas amarah memuncak langsung mendatangi si Taswad, dan mengeluarkan jurus pamungkas terhebat sepanjang masa. Bagi mahasiswa, deritanya itu seperti sepanjang masa.
“Taswad, nama kamu saya coret dari absensi perkuliahan penjaskes, silahkan mengulang tahun depan ya”. Kata sang dosen dengan gaya sok imut dan pandangan mata seolah memenangkan pertarungan.
“Loh Dos, tolong jangan coret saya dari absensi Dos. Saya sudah semester delapan, saya memang ga punya tanggungan anak pak, tapi saya punya tanggungan ke orang tua untuk lulus tahun depan Dos, saya ga mau ngulang-ngulang mata kuliah lagi, ampun Dos. Saya minta maaf, saya tidak sengaja tadi nyeletuk Dos, tapi emang sepertinya saya ga salah apa-apa Dos, kan tadi sang Dosen yang nanya jadi ya saya yang jawab, harusnya anda senang donk pertanyaan anda terjawab? Tapi ampun pak, saya minta maaf.” Kata si Taswad dengan mata memelas tapi agak ranchu juga si cara maafnya.
Sebelum sang dosen menimpali ocehan si Taswad yang memang malah menambahkekesuhan sang Dosen, si Pujiyo yang emang notabenenya terlahir sebagai anak paling agak bijaksana (di kelas itu dan saat itu juga) akhirnya angkat suara.
“Sebelumnya saya minta maaf sang Dosen yang terhormat apabila ada kata-kata yang salah dan menusuk hati”.
“Anda memang dosen kita yang layaknya cahaya sang mentari. Memancarkan cahaya indah dan hangat kepada kita (baca: Mahasiswa), mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat demi masa depan kami (baca: Mahasiswa lagi), bak mentari yang memancarkan cahayanya demi kelangsungan hidup tumbuhan di muka bumi. Tapi tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada anda sang Dosen yang terhormat, ketika pertemuan pertama dulu, KITA telah menyepakati yang namanya kontrak belajar, dan siapapun itu dan apapun itu alasannya kita harus mematuhinya”.
“Dalam isi kontrak belajar, toleransi keterlambatan adalah selama 15 menit. Lebih dari itu kita (baca: Mahasiswa lagi) tidak diizinkan masuk kekelas, dan anda pun telah menyetujui bahwa jika melebihi batas waktu 15 menit kelas dianggap bubar dan kita diperbolehkan untuk pulang”.
“Kita sangat sadar dan mengerti Dos bahwa anda sibuk dan mempunyai berjuta-juta masalah dan pekerjaan yang harus dihadapi, karena itu lah kami melonggarkan waktu keterlambatan untuk anda selama 40 menit. 40 menit itu adalah harga mati toleransi kami atas keterlambatan anda yang seharusnya adalah 15 menit”.
“Kami Mahasiswa yang juga manusia, diberi waktu oleh Tuhan sebanyak 1x24 jam sehari sama seperti anda. Kami Mahasiswa bukan seperti budak yang bisa diperlakukan semena-mena. Kami Mahasiswa adalah makhluk Tuhan seperti anda, yang juga punya berjuta-juta masalah dan pekerjaan kami sendiri”.
“Tahukah anda bahwa 30 menit yang lalu Taswad telah ditelepon berkali-kali oleh ibunya supaya cepat pulang agar dapat mengantarkan adiknya yang sedang terkulai lemah di kamarnya menderita penyakit? Tahukah anda bahwa bahwa hanya Taswad yang bisa diandalkan karena orang tuanya sakit-sakitan dan sisa dari saudara-saudaranya tengah merantau mencari rezeki?
Tahukah anda?
Bukan, lebih tepatnya bisakah anda mengerti?
Note: as usual, as always
Perfection is God's